Sebelum baca lebih lanjut, saya mau ngucapin Selamat Idul
Fitri 1434 H. Mohon maaf kalau ada kesalahan yahhh. Mudah-mudahan belum telat,
karena tidak ada kata terlambat untuk maaf-memaafkan kaann? ;))
Libur lebaran membuat saya jadi terlena dengan kebiasaan
ngadem dirumah, kumpul keluarga, dan nonton TV. Tapi kebiasaan jadi nocturnal
masih belum bisa dipulihkan. Untungnya acara TV semakin malam semakin bagus
(saya jadi heran, kenapa acara bagus ditayangin malam-malam, justru acara gapen
tayang pas prime time).
Saya barusan nyimak acara di Metro TV, kalau nggak salah
judulnya “POLITIKA” semacam acara investigatif gitu. Saya memang nggak nyimak
dari awal, tapi saya jadi tertarik ketika melihat ternyata yang dibahas adalah
daerah perbatasan, kabupaten Kapuas Hulu Kal-Bar, tapi kecamatannya saya lupa
hehe. Spesifiknya lagi membahas tentang pendidikan.
Awalnya saya kagum karena gambar yang saya tangkep pertama
kali adalah sebuah sekolah dasar yang gede banget dengan fasilitas lengkap
dimana siswa-siswi disitu dibebaskan dari biaya sekolah, bahkan ada asrama
khusus siswa yang rumahnya jauh dan khusus pengajar agar tetap merasa nyaman meski
mengabdi di perbatasan, serta bagi siswa berprestasi dijamin akan memperoleh
pekerjaan. Wuih keren banget pemerintah Kapuas hulu. Tapi saya jadi
geleng-geleng kepala ketika melihat bendera yang berkibar ditengah lapangan
bukan bendera Indonesia, melainkan bendera Malaysia, bro. #OUCH.
Siswa-siswi sekolah itu banyak yang berkewarganegaraan
Indonesia. Orangtua mereka tentu dengan suka hati anak mereka mengenyam
pendidikan disana, gratis ini. Masa depan terjamin. Fasilitas memadai. Kualitas
jangan ditanya. Sekolah gratis milik Malaysia ini tentu saja bagaikan hujan di
musim kemarau panjang, memuaskan dahaga
akan ilmu dan impian masa depan yang cerah. (Tsaelah). Disaat kualitas
pendidikan negara asal yang carut-marut, kemudian muncul Negara tetangga yang
menawarkan pendidikan kualitas tinggi plus imingan masa depan. Kesempatan emas
yang tampaknya tanpa resiko ini jelas saja menjadi pilihan. Interview dengan
seorang pemuda yang sudah berpindah kewarganegaraan menjadi Malaysia mengatakan
bahwa ia bukannya berkhianat dari Indonesia, tapi ini adalah pilihan yang
tentunya akan memperbaiki kehidupannya.
Pemandangan ironis terlihat sekolah yang berada di kecamatan
perbatasan itu. Siswa-siswi Indonesia yang memilih untuk tetap bersekolah di Negara-nya,
rela menempuh jalan sekitar 6 km BERJALAN KAKI ke sekolah tersebut, melewati
jalan yang berbukit-bukit. Setelah sampai sekolah, PENGAJARNYA sering MANGKIR.
Bayangkan. Udah capek-capek naik turun bukit setiap hari ke sekolah, eh nggak
ada guru (hmm, kalau murid di perkotaan sih seneng nggak ada guru). Alasan guru
yang mangkir adalah karena perjalanan dari rumah ke sekolah yang begitu jauh
dan sulit.
SEANDAINYA JIKA di Indonesia ada sekolah gratis serupa di
Malaysia, tentu alasan-alasan tadi nggak berlaku lagi. Ada asrama guru, jadi guru
nggak mungkin bisa mangkir ataupun telat. Ada juga asrama murid, jadi nggak
perlu lagi jauh-jauh naik turun bukit setiap hari. Ada jaminan pekerjaan untuk
yang berprestasi, semua murid pasti akan berlomba-lomba untuk menjadi yang
terbaik, kualitas mereka pun akan meningkat. Kalau kualitas SDM sudah baik,
Kapuas Hulu juga bisa maju karena pemudanya. Bukan nggak mungkin, Indonesia juga
semakin maju dan terdepan.
Indonesia hampir 68 tahun lho merdeka. Dulu pahlawan kita
berjuang mati-matian agar Indonesia ini merdeka. Tugas kita sekarang
mempertahankan kemerdekaan ini. Pahlawan pasti sedih liat kondisi Indonesia
saat ini, karena KITA TERNYATA TERJAJAH LAGI. Memang tidak dengan perebutan dan
pendudukan wilayah, memang tidak dengan senjata, memang tidak dengan perang.
Tapi dengan cara yang lebih halus namun menusuk lebih tajam. Dampaknya
longterm. Karena yang dijajah adalah SDM terbaik Indonesia.
Salah satu triknya ya itu tadi, lewat sekolah gratis. Jaminan
pekerjaan bagi siswa berprestasi. Pekerjaannya dimana? Jelas saja di Malaysia,
karena sekolah gratis itu milik Malaysia. Syaratnya? Harus berpindah
kewarganegaraan menjadi warga Negara Malaysia. Murid-murid berprestasi, SDM-SDM
unggul Indonesia, bekerja untuk memajukan di Negara lain. Sayang sekali, kan?
Saya pribadi tidak menyalahkan mereka yang berpindah
kewarganegaraan, karena saya juga membayangkan bagaimana jika saya berada
diposisi itu. Dihadapkan dengan 2 pilihan, pilih hidup dengan keterbatasan dan ketidakpastian
di Negara sendiri , atau hidup berkecukupan dan terjamin di Negara orang? Tentu
saja saya pilih yang kedua. Sekarang bagaimana caranya saja agar ada pilihan
ketiga : hidup berkecukupan dan terjamin di Negara sendiri, INDONESIA. Tugas
pemerintah dan kerjasama warga Indonesia.
Selamat Hari Kemerdekaan RI ke – 68, Indonesia-Ku.