Beruntung travel dari kampus mau nganterin kita ke
penginapan ala survival yang udah kami pesan sebelumnya. Penginapan sederhana –sangat sederhana, bukan hotel- yang
letaknya ternyata strategis, ke Gedung Sate aja jalan kaki 5 menit (katanya, kenyataannya sih 15 menitan,
mungkin karena kita jalan pake efek slow motion).
Namanya Wisma PU di Jalan Riau, satu kamar ada 4 bed, dan seingatku
tarifnya sekitar 40ribuan/malam/orang. Fasilitasnya ya worth it lah dengan
harganya. Buatku pribadi sungguh bukan masalah besar kalau harus mandi pagi
tanpa air hangat (walaupun dinginnya
emang ampun-ampunan!), TV bukan TV kabel, tanpa AC, kamar mandi diluar
kamar, sungguh, no problem! Karena kita disitu cuma numpang istirahat setelah
seharian melanglangbuana, mau tidur beralaskan tikar dan berlangitkan bintang
pun akan tetap nyenyak saking capeknya (yakeleus).
Kami stay di Bandung ini selama 4 hari. Satupun di antara
kami tidak ada yang ngerti jalanan Bandung, kemana-mana modal sebongkah nekat
dan segenggam uang ribuan buat naik angkot. Rencananya sih pengen explore
Bandung mulai dari wisata kuliner, wisata belanja, sampe wisata alamnya. Tapiiii…
ternyata wisata belanjanya lebih menggiurkan. Entah berapa kali bolak-balik
Cihampelas Walk (CiWalk), pasar baru, BTS, dan Paris Van Java (disini mah wisata mata aja), sampe hapal
sama rute angkot. Lagipula, lokasi pusat Kota Bandung dengan lokasi
wisata-wisata alam itu ternyata jauuuuuhhh bener, selain bingung mau naik apa,
bingung juga gimana ngatur budget biar bisa survive setidaknya bersisa untuk
bayar airport tax buat pulang (sedih ya).
Tapi jangan sedih, jangan pula meragukan jiwa gelandang
kami. Dari awal perencanaan ke Bandung, kita udah ngebayangin sebuah wisata
alam yang kalo di foto itu bagaikan negri di awan putih. Dengan tekad yang
kuat, usaha yang giat (usaha cari
transport murah dan maksain teman yang ada di tempat lain buat ikutan biar
tambah murah), di H-1 kepulangan kami, akhirnya kami bisa menginjakkan kaki
di Kawah Putih Ciwidey, Bandung! *yeeeeeeee*
Namun kalian perlu tau kisah dibalik perjalanan yang hampir
memakan waktu sekitar dua jam itu. Jam 7 pagi kami udah siap (bayangin mandi dengan air nyaris beku
pagi-pagi gitu gimana rasanyaaa), dan transportasi yang kami gunakan
adalaaahh : angkot charteran,secara kita angkot lovers. Geng-geng lain ke Kawah
Putih dengan travel 600ribuan/mobil dengan muatan hanya 9 orang, sedangkan kita
charter angkot 400ribu ber sebelas orang!!! (menang banyak dong). Tapi ternyata jalan dari Bandung ke Kawah
Putih cukup terjal, secara Ciwidey itu di atas bukit, kita harus tahan-tahan
badan biar nggak keikut gerakan angkot yang berlenggak-lenggok ngikutin kelokan
jalan. Semakin keatas, kita disambut dengan pemandangan yang bikin mata adeeeem
bener, hamparan perkebunan teh, strawberry, blackberry, dan berry-berry lainnya.
Suhunya juga semakin sejuk, berasa di bioskop. Sayangnya, sayang banget malah,
aku kurang bisa menikmati pemandangan alam yang maha keren ini karena kepala
yang udah pusing dan perut yang udah mual. Sepanjang jalan cuma berdoa dalam
hati : “jangan muntah disini….”
Akhirnya sampai juga di gerbang selamat datang Kawah Putih
Ciwidey. Lega banget rasanya. Turun dari angkot buru-buru ke toilet : muntah.
Alhamdulillah, kapan lagi muntah di Ciwidey. Setelah itu rasa yang nggak enak
daritadi tiba-tiba hilang saking excited-nya. Baru masuk kawasan udah disamperin
sama penjual-penjual stroberi, blackberry dan semacamnya. Harganya murahhhh
banget, 3 kali lipat lebih murah daripada di Pontianak, satu mika besar
stroberi yang baru dipanen, segar, gede-gede, dijual dengan harga 10ribu. Ya
kita kalap lah!! Setelah borong berry-berry-an, kita isi perut dulu. Mie rebus
yang kupesan cepat banget dinginnya, dan air mineral biasa tiba-tiba berasa air
dari kulkas! Jadi rada norak nih, terbiasa hidup di lingkungan ‘panas
bedengkang’ sih.
Ternyata lokasi puncak Kawah Putihnya itu masih jauh. Kalau
pakai mobil pribadi, tarifnya 300ribu/mobil. Kalau pakai kendaraan yang
dikelola tempat wisata (ontang-anting) itu sekitar 23ribu/orang sudah termasuk
tiket masuk kawasan. Pinter nih pengelolanya, ya jelaslah orang-orang lebih
pilih ontang-anting, selain lebih murah, sensasinya itu looohh… I was the lucky
one, duduk paling pinggir, pegangan seadanya, jalanan berkelak-kelok dan
ontang-antingnya ngebut banget... Jadilah kami membentuk ikatan kuat antar siku
seperti sedang mengelilingi api unggun pramuka, supaya yang paling pinggir
nggak jatoh..
ini loh ontang anting, sumber |
Oh, finally, sampai juga di puncak Kawah Putih Ciwidey!!! We
were soooooo excited.
hampir sampe nih |
Tadaaa! |
Tiba-tiba teringat film “Heart” lalu kami seolah-olah
berada di dalamnya, menjelma menjadi sosok Farel, Luna, dan Rachel. Pemandangan
Kawah Putih ini cantiikkk banget, tapi bau belerangnya sangat menyengat jadi
kita nggak boleh terlalu lama disitu. Jadi, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,
kita abadikan momen di berbagai sudut dengan berbagai gaya sampai akhirnya mati
gaya.
Di perjalanan pulang, rasa nggak enak yang tadi nggak muncul
lagi, jadi bisa menikmati pemandangan yang tak ternikmati pada saat berangkat.
Yang jadi pikiran saat itu adalah gimana caranya agar stroberi-stroberi ini tetap
aman dan nggak busuk sampai di Pontianak?
Ini adalah cerita “KKL” chapter Kawah Putih, sebetulnya
banyak chapter-chapter lain tapi sampai saat ini hanya tersimpan di otak aja.
Kawah Putih adalah salah satu yang paling berkesan bagiku, mengingat perjuangan
dan hampir hopeless-nya kami saat itu. Semoga di lain waktu chapter-chapter
lain itu bisa ikutan mejeng disini.
Anyways, stroberi-stroberi itu tiba dengan keadaan benyek
dan hampir busuk dengan sukses di Pontianak. I was so sad karena itu rencananya
buat oleh-oleh, tapi akhirnya diikhlasin aja dan dibuat jus-hampir-busuk.
Delicious so!
0 Comments:
Posting Komentar
mau kemana kakak? komen dulu dong...