Alhamdulillah, saya baru saja menyelesaikan pendidikan
profesi, tapi peresmian alias wisuda beserta pengambilan sumpah-nya baru akan
dilakukan bulan depan, Insha Allah. Artinya sekarang saya adalah manusia tanpa
status, mahasiswa bukan, pekerja juga bukan, yah bisa dibilang jobless. Sambil
menunggu berkas yang diperlukan untuk melamar pekerjaan, saya merasa hilang
arah :)) Walaupun sebenarnya saya ada side-job dari Senin-Jumat, yang mana
tidak memerlukan skill tertentu dan bukan disiplin ilmu saya, tetap saya tidak
menganggap itu sebuah “job” yang berarti, karena hanya berlangsung paling lama 2 jam per-hari nya. Benar-benar hanya mengisi waktu luang. Jadi beginilah
kegiatan tidak menentu saya setiap hari, tanpa rutinitas yang berarti.
Kecuali kamu punya skill lain, kamu seorang entrepreneur,
atau kamu punya hobi yang mampu mengalihkan duniamu, pasti banyak mantan mahasiswa yang mengerti kegalauan di masa peralihan seperti ini. Apalagi
untuk anak rantau yang rasanya nanggung mau pulang kampung karena belum ada
ijazah, wisuda, dll, jadi mau tidak mau harus tetap tinggal di rantauan walau
sudah tidak ada keperluan. Seharusnya ini menyenangkan, karena kamu (akhirnya) bisa bebas melakukan apapun, bisa jalan-jalan
meski bukan weekend, tanpa memikirkan tugas-tugas yang belum dikerjakan. Tapi
orang-orang kan punya kesibukannya sendiri, mereka tidak bisa selalu ada buatmu
dan menemanimu melakukan semua itu. Mau itu pacar sekalipun, dunianya bukan cuma
kamu. (Kayak punya aja, haha). Ups satu
lagi, kamu lupa selain jobless, kamu juga moneyless tentunya.
Nah, kalau sudah begini, mulailah timbul perasaan rindu masa-masa
ngampus, suasananya, pertemanan-nya, tapi tidak dengan kuliah dan
tugas-tugasnya. Ketemu teman-teman setiap hari, makan siang bareng, kerja kelompok sampai sekedar nongki cantik. Apalagi kalau ingat gimana
struggle masa-masa ujian. Jauh-jauh ke Jogja untuk ikut try out, 5 hari yang sangat
berkesan walau tanpa jalan-jalan selain penginapan ketempat makan. Delapan
orang dalam 2 kamar penginapan, dimana pembagian kamar itu hanya berlaku saat
mau mandi dan tidur, sisanya selalu barengan. Belajar bareng berdelapan dalam satu
kamar sempit, kaki nggak bisa lurus karena harus berbagi tempat. Ada yang di
pojokan, depan wc, belakang pintu, sedikit beruntung yang di tempat tidur. Tapi
saking cozy nya jadi rawan ketiduran. Belajar sampai larut malam, walaupun
kebanyakan ngemil sama ngerumpinya. Atau scrolling Instagram dan melihat teman-teman
seperjuangan yang lain sudah berwisata sedangkan kita piknik dengan soal try
out. Dari yang seluruh anggota fokus serta on fire membahas soal, sampai satu
per satu menarik diri dari diskusi dan memilih bermain handphone atau
merem-merem dikit (lama-lama ketiduran). Dari diskusi yang runut dan berbobot,
sampai ngelantur kemana-mana karena ngomong setengah sadar setengah tidur.
Ketika semua anggota sudah mulai ngelantur, artinya sudah waktunya belajar
bareng ini diakhiri lalu beranjak ke tempat istirahat masing-masing. Siap
menyongsong hari esok, dengan agenda mencari lokasi ujian berbekal motor sewaan
dan segenggam google maps. Agenda ini, tak jarang menimbulkan gejolak
pertemanan. Karena pasti ada aja yang kececeran atau nyasar, sehingga
memperlambat gerakan rombongan yang lain :))
Selain kebersamaan belajar try out di Jogja, kebersamaan
belajar ujian sesungguhnya di sini juga tidak kalah rempong dan ngangeninnya.
Belajar di H-seminggu ujian hampir setiap hari, kebanyakan di rumah saya
sebagai basecamp, tapi tak jarang juga berkeliling seperti silaturahmi lebaran. Tipe belajarnya seperti biasa kebanyakan ngobrol-nya, tapi kalau sudah
serius, fokeus banget. Selain itu juga banyak agenda selingan seperti makan
nasi padang, nge-bakso, sampai nge-rujak :))
Sekarang semua itu cuma bisa jadi kenangan. Waktu dijalanin
memang semua ini terasa berat dan membuat ingin berkata kasar, hahaha, tapi percayalah
ternyata sekarang justru menjadi hal yang ngangenin.
Perasaan saya di masa transisi ini tuh kayak lagi di ruang hampa,
melayang-layang tanpa gravitasi. Bukan hampa udara, tapi hampa...kosong, hahaha. Ruang hampa ini, yang bagi sebagian orang mungkin
membosankan setengah mati hingga hampir frustasi, tapi saya justru menikmati. Memang pada dasarnya saya anak rumahan yang
menyukai sepi tanpa merasa kesepian :)) Kalau kata Tulus “kita butuh ruang
sendiri untuk bisa menghargai rasanya sepi”. Cie.
|
Cuma ilustrasi |
Di ruang hampa dengan waktu luang yang seluas-luasnya ini,
seharusnya bisa diisi dengan kegiatan yang dulunya tidak bisa kita lakukan
karena kesibukan. Kalau saya sih, kembali menenggelamkan diri dalam
novel-novel. Dan mungkin akan mulai kembali mengisi blog ini. AHA! Mungkin
nantinya saya bisa review novel yang sudah saya baca :))
0 Comments:
Posting Komentar
mau kemana kakak? komen dulu dong...